Senin, 21 November 2011

makalah metode takhrij



PEMBAHASAN
METODE TAKHRIJ
1. Al-Takhrij ‘an thariiqi ma’rifati kalimatin yaqillu dauranuha ‘ala al-alsinati min aiyu juz’in min matni al-hadits (metode takhrij yang didasarkan pada lafal-lafal tertentu dalam matan hadits, terutama lafal-lafal yang gharib atau lafal-lafal yang asing untuk mempercepat proses takhrij).
Salah satu kitab yang paling terkenal untuk membantu dalam proses takhrij dengan menggunakan metode ini adalah kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Hadits an-Nabawi karya A. J. Wensinck seorang guru besar bahasa arab dari Universitas Leiden Belanda (w. 1939 M). kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadh al-Hadits an-Nabawi ini merujuk pada Sembilan kitab induk hadits yaitu : Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi, sunan Abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimy, Muwaththa’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad .
Khusus untuk metode ini penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana langkah-langkah proses menggunakan kitab takhrij karya A.J Wensinck ini. penulis hanya mampu menjelaskan proses takhrij secara detail khusus untuk metode ini, karena keterbatasan waktu dan tempat dalam makalah ini. Sebelum melakukan penelusuran hadits dengan metode ini kita harus mengetahui cara kerja dan system penyusunan kitab ini, berikut ini adalah keterangan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazaazh al-Hadits an-Nabawi :
Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fazaazh al-Hadits an-Nabawi dalam penyusunannya menempatkan kata-kata kerja yang dimulai dengan huruf alif kenudian kata-kata kerja yang dimulai dengan huruf baa’, taa’ dan seterusnya menurut urutan huruf-huruf hijaiyah. Setiap huruf juga tersusun menurut huruf-huruf hijaiyah tersebut, seperti alif lalu baa’, taa’ alif lalu tsaa’ dan seterusnya. Susunan perubahan kata-kata yang dicantumkan setiap fi’il mujarradnya adalah sebagai berikut :
1. Fi’il Madhi (kata kerja untuk masa lalu)
2. Fi’il Mudhari’ (kata kerja untuk masa sekarang)
3. Fi’il Amr (kata kerja perintah)
4. Isim Fi’il (kata subyek)
5. Isim Maf’ul (kata obyek)
Kata kerja transitif didahulukan oleh penyusun kitab ini dari pada kata kerja intranssitif, begitu pula dengan kata dasar lebih didahulukan daripada kata yang mengalami penambahan, kata-kata yang marfu’ (berkedudukan / berbasis dhammah) didahulukan daripada majrur (yang berbaris / berkedudukan kasrah) dan atas mansub (berbaris / berkedudukan fathah). Kata mufrad (tunggal) didahulukan daripada mutsanna (mengandung pengertian dua) dan kemudian jama’ (mengandung pengertian banyak).
Setiap kalimat dalam tiap-tiap bentuk di atas, penyusun kitab ini mencantumkan hadits-hadits yang salah satu kat-katanya merupakan kata-kata di atas sperti kata اَمَرَ kata ini diletakkan posisinya setelah اَمَدَ dibawahnya dicantumkan kata-kata perubahannya secara berurutan, yaitu fi’il madhi, mudhari’ amr, isim fa’il dan isim maf’ul. Kemudian diletakkan kata kerjanya yang ditambah dengan tasydid pada huruf kedua اَمَرَ kata ini diletakkan posisinya setelah اَمَدَ
Dibawahnya dicantumkan kata-kata perubahan secara beruntun, yaitu fi’il madhi, mudhari’. Amr, isim fa’il dan isim maf’ul. Kemudian diletakkan kata kerjanya yang ditambah dengan tasydid pada huruf kedua اَمَّرَ
Kemudian اَمَر menurut wazn اَفَعَلَ kemudian تَأمَّرَ
Kemudian اِئْتَمَرَ kemudian اِسْتَأْمَرَ kemudian اَمِرَ
اَمِيْر kemudian اِمْرَة kemudian اَمَارَة
اِمَارَة dan آمَرُ
Disamping setiap hadits-hadits dicantumkan nama-nama ulama yang diriwayatkannya dalam kitab-kitab hadits mereka yang dimulai dengan nama perawi yang dikutip matan haditsnya dalam kitab Mu’jam al-Mufahras ini. disamping itu para penyusunnya juga mencantumkan nama kitab dan babnya, atau nama kitab dan nomor urut haditsnya, atau juz kitab dan halamannya. Untuk mengefisiensi penyusunan, penyusun kitab ini menggunakan kode-kode tertentu untuk setiap kitab-kitab haditsnya. Penjelasan kode-kode tersebut dicantumkan pada kitab tersebut. Demikian juga dalam penulisan tema hadits yang terdapat dalam kitab-kitab aslinya.
Seperti صَلاَةُ الْمُسَافِرِيْنَ وَقَصْدُهَا yang terdapat dalam Shahih Muslim ditulisnya dengan مُسَافِرِيْنَ dan وَقُوْتُ الصَّلاَةِ yang terdapat dalam Muwaththa’ ditulisnya dengan اَلصَّلاَةُ
Berikut ini penulis akan mencoba menjelaskan tahap-tahap dalam mentakhrij sebuah hadits dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faazhi al-Hadits al-Nabawi, yang penulis kutip dari terjemahan kitab Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah SAW, karya Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi (1994: 65-66) :
1. Langkah pertama adalah menentukan sebuah hadits yang akan ditakhrij.
2. Selanjutnya menentukan kata kuncinya yang diambil dari salah satu kata dari matan hadits, artinya kata kunci tersebut adalah sebagai alat untuk mencari hadits. Setelah itu kembalikan kata tersebut ke dalam bentuk kata dasarnya, akan lebih baik jika kata yang akan dipergunakan adalah kata yang jarang dipakai. Semakin bertambah asing kata tersebut akan semakin bertambah mudah proses penelusuran hadits.
3. Setelah mengembalikan kata tersebut ke dalam bentuk dasarnya, selanjutnya kita mencarinya dalam kitab al-Mu’jam menurut urutannya dalam huruf hijaiyah. Langkah selanjutnya mencari bentuk kata sebagaimana yang terdapat dalam kata kunci tersebut untuk kita temukan hadits yang dimaksud. Kode-kode kitab terdapatnya hadits tersebut tercantum disamping setiap haditsnya. Demikian pula dhalnya dengan tempat hadits tersebut dalam kitabnya. Kode-kode tersebut bukan hanya sekedar memperkenalkan kitab sumber hadits, tetapi bermaksud menganjurkan kita untuk menilai setiap haditsnya. Berikut ini akan dicontohkan dalam sebuah hadits :
لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
1. Sebagai kata kuncinya kita pakai kata يُحِبُّ Kata tersebut kita kembalikan dalam bentuk dasarnya (fi’il madhi) yaitu حَبَّ,حَبَّ kita temukan dalam kitab ini , sesuai dengan urutan huruf-hurufnya, terdapat pada jilid pertama halaman 405 dalam bentuk اَحَبَّ adapun hadits yang dimaksud setelah kita telusuri setiap kat-kata yang merupakan perubahan dari اَحَبَّ terdapat pada halaman 407, bunyi takhrijnya sebagai berikut :
…حتى يحب لأخيه او قال لجاره ما يحب لنفسه م ايمان 71, 72 خ ايمان 7 – ت قيامة 59 ن ايمان 19 (..) 330-جه مقدمه 9, جنائزا دى استئذان 5, وقاق 29-حم ا,79
3, 176,206, 251, 272, 278, 289
Penjelasannya :
1. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya dan ditempatkan pada tema “al-iman” dengan nomor hadits 71 dan 72.
2. Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam Shahihnya dan ditempatkan pada tema “al-iman” dengan nomor bab 7.
3. Imam Turmuzi meriwayatkan dalam Sunannya dan ditempatkan dalam tema “al-qiyamah” dengan nomor bab 59.
4. Imam Nasa’i meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan dalam tema “al-iman” dengan nomor bab 19 dan 33. Hadits yang terdapat pada bab 19 mengalami pengulangan lafalnya.
5. Imam Ibnu Majah meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan dalam mukaddimah dengan nomor bab 9 dan pada tema “al-jana’iz” dengan nomor bab I.
6. Imam al-Darimy meriwayatkannya dalam Sunannya dan ditempatkan pada tema “al-isti’dzan” dengan nomor bab 5 dan pada tema “ar-riqaq” dengan nomor bab 29.
7. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkannya dalam Musnadnya dan ditempatkannya pada jilid I halaman 79, jilid 3 halaman 176, 206, 251, 272, 278, dan 289.
Langkah selanjutnya untuk mencapai kesempurnaan takhrij dengan membuka hadits tersebut pada masing-masing kitab induk yang telah disebutkan di atas.
2. Al-Takhrij ‘an thariiqi al-nazari fi haali al-hadits matnan wa sanadan (metode takhrij dengan cara melihat sifat hadits baik matan maupun sanadnya)

Telah banyak di sebutkan sebagaimana pembahasan sebelumnya, yaitu tentang metode takhrij. Seseorang dapat memilih metode mana yang tepat untuk ditentukannya sesuai dengan kondisi orang tersebut. Jika suatu hadits telah diketahui sifatnya, misalnya Mawdhu’, Shahih, Qudsi, Mursal, Masyhur, Mutawatir, dan lain-lain.
1. Jenis kitab yang didasarkan pada matan atau kitab al-Maudhu’at seperti :
1. Al-Maudhu’ah al-Shugra karya Syekh Ali al-Qari al-Harawi (1014 H).
2. Tanzih al-Syari’ah ‘an al-Ahadits al-Syanii’ah al-Maudhu’ah karya Abu Hasan Ali bin ‘Iraq al-Kinani (963 H).
2. Jenis kitab al-Qudshiyat, seperti :
1. Misykat al-Anwar fi ma ruwiya ‘an Subhanahu wa ta’ala min al-Akhbar karya Muhyiddin Muhammad Ibnu Ali bin Arabi al-Hatimi al-Andalusi (638 H).
2. Al-Ithaf al-Saniyyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah karya Seykh Abdurra’uf al-Manawi (1031).
3. Jenis kitab yang didasarkan pada sanad hadits
1. Kitab Rawayah al-Abaa’ ‘an al-Anbiya’karya Abu Bakr Ahmad Bin Ali al-Khatib al-Baghdadi (463 H).
2. Kitab al-Manah al-Salsalah fi al-Ahadits al-Musalsalah Karya Muhammad bin Abd al-Baqi al-Ayyubi (1364 H).










PENUTUP
Kesimpulan

Pada bab takhrij ini baru metode-metodenya saja dalam penelusuran hadits dari buku-buku induk hadits adalah merupakan langkah awal dalam takhrij. Langkah berikutnya akan mentakhrij dari segi sanad dan matan yaitu menjelaskan kualitas matan dan sanad suatu hadits dengan memeberikan kritik baik internal (matan) dan eksternal (sanad). Bagi para peneliti hendaknya melanjutkan kegiatan takhrijnya sampai menemukan informasi yang ingin dicapai.
































DAFTAR PUSTAKA

 Majid Khon MA.g, Dr. Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta, Desember 2007.

 M. Syuhudi Ismail, 1992, Cara Praktis Mencari Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.

 Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, 1994, Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah SAW, Semarang: Terjemahan, Dina Utama Semarang

1 komentar: